NGAJI PENDIDIKAN KE SINGAPURA

 



      Penulis: Mansur Arsyad

Dalam buku yang berjudul “Lee Kuan Yew’s Educational Legacy: The Challenges of Success” Tan, Low dan Hun (2017) menggambarkan dengan sangat gamblang, cermat dah sangat menarik, bagaima visi pendidikan Lee Kwan Yew mengantarkan Singapura menjadi salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Gagasan dan visi serta inspirasi besar Lee bahkan terus mewarnai pendidikan Singapura hingga saat ini.

Lebih lanjut diuraikan oleh Tan, Low dan Hun bahwa setengah abad yang lalu, Singapura adalah gambaran kemiskinan, dengan ketidak kecukupan sumber daya alam.  Luas Singapura kurang dari 1000 km persegi. Atau tepatnya kurang lebih 721.5 kilo meter persegi. Sedikit lebih luas dari wilayah DKI Jakarta. Namun di atas tanah yang mungil inilah, bangsa Singapura membangun superioritas peradaban, khususnya di bidang pendidikan yang diakui secara Internasional. Dan sekali lagi, itu semua tidak terlepas dan bahkan berawal dari seorang pemimpin yang visioner, Lee Kwan Yew.

Dalam kunjungan ke Nanyang Polytechnic International (NYPi) Singapura Otober 2022, kami sempat berdiskusi dengan salah seorang dosen dari NYPi. Setengah bergurau dia mengatakan bahwa ketika Portugis dan Belanda melintas di tanah Singapura, mereka melihat tanah ini tidak menarik dan tidak menjanjikan apapun. Karenanya mereka berlalu dan kemudian menemukan Indonesia yang kaya raya dengan sumber daya alamnya.

Lee mamulai dari titik ini. Sejak awal, dia membangun kesadaran kolektif yang kuat pada bangsa Singapura bahwa jalur satu-satunya untuk menjaga kelangsungan hidup dan mengangkat harkat martabat, dan membangun peradaban bangsanya adalah dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka kunci utamanya adalah bagaimana memanfaatkan sepenuhnya satu-satunya aset, yaitu sumber daya manusia, sebagai peluang untuk meraih keunggulan kompetitif.

Bersamaan dengan itu, Lee meletakkan fondasi dan pilar yang kuat untuk nation buiding yaitu nilai-nilai persaudaraan, kesetaraan, dengan menjunjung tinggi prinsip meritokrasi. Menurut Anjani (2021) bahwa bangsa Singapura terdiri dari 3 ras besar yaitu Malayu, Tionghoa, dan India dengan proporsi kurang lebih Tionghoa (75%), Melayu (14%), dan India (9%). Sejak awal, Lee secara proaktif membangun semen sosial sebagai perekat bangsa mereka sembari mulai membuka lapangan kerja dan sumber-sumber penghidupan bagi masyarakatnya. Lee menyadari bahwa sejak awal bangsa Singapura tidak homogen secara etnis, agama, bahasa dan budaya. Namun melalui prinsip demokrasi dan meritokrasi yang kuat, Lee secara konsisten mengembangkan lanskap masyarakat modern dimana setiap warga negara dapat hidup, bekerja, bersaing, dan bekerja sama secara beradab.

Pendidikan Sebagai Modal Utama

Keberhasilan Lee dalam membangun Singapura terutama karena komitmennya untuk menempatkan pendidikan dalam pusat pemikiran dan kebijakannya. Dan itu dilakukan sepanjang karir politiknya. Hal yang pertama dilakukan dalam kebijakan pendidikannya adalah membangun sistem rekrutmen guna mendapatkan orang-orang yang terbaik untuk menjadi guru, berikut sistem pengembangan guru untuk menjadi profesional yang efektif. Termasuk bagian dari sistem tersebut adalah bagaimana mendapatkan orang-orang yang tepat untuk menjadi pemimpin pendidikan. Muaranya adalah memastikan bahwa keseluruhan sistem tersebut menjamin pembelajaran yang terbaik bagi siswa.

Jika kita mengkaji lebih jauh, terlihat bahwa gagasan pendidikan Lee cenderung mengacu pada filsafat pragmatisme John Dewey. Bahwa pendidikan diberikan kepada peserta didik sebagai bekal untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan. Dewey pun meyakini bahwa setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas, mendapatkan pekerjaan dan hidup secara layak. Pendidikan harus menjalankan fungsi-fungsi pragmatis tersebut.

Kebijakan pendidikan Lee bukan sebatas slogan tapi membumi dalam leburan integritas, kecerdasan, inovasi, pembauran antar-budaya, terlepas dari perbedaan ras, bahasa, agama dan budaya itu sendiri. Inisiatif yang dilaksanakan secara konsisten, keteguhan dan keberanian, terbukti mampu membawa kemajuan bangsa Singapura, bukan hanya pada ranah pendidikan namun juga pada bidang ekonomi dan lainnya hingga menjadikan Singapura sebagai pusat perdagangan dunia.

Lee memberikan perhatian yang signifikan pada pendidikan matematika, sains dan teknologi serta penguatan Bahasa Internasional. Strategi Lee adalah sinergitas kebijakan pendidikan dan ekonomi. Sehingga pendidikan yang dikelola dengan sangat profesional, oleh orang-orang pilihan, dengan manajemen dan kepemimpinan yang efektif dan kuat pada akhirnya menyumbangkan luaran pendidikan yang sangat kontributif pada pengembangan ekonomi. Demikianlah keduanya, ekonomi maupun pendidikan pada akhirnya berkembang secara resiprokal, konstruktif dan produktif.

Sebagaimana dinyatakan oleh Tan, Low dan Hun bahwa Lee Kwan Yew diakui secara internasional sebagai pemimpin yang sukses, yang berhasil mengubah sepenuhnya pulau miskin tanpa sumber daya alam dan berpenduduk 2 juta jiwa saat itu yang sebagian besar buta huruf atau berpendidikan rendah, menjadi negara-kota modern berpenduduk 5,5 juta saat ini dengan salah satu sistem pendidikan berkinerja terbaik di dunia. Hebatnya lagi bahwa itu semua diwujudkan dalam satu generasi.

Merangkai Masa Lalu dan Masa Depan

Mengurus pendidikan Indonesia tentu saja tidak dapat serta merta dibandingkan secara apple to apple dengan Singapura. Kita masih terbebani dengan kesenjangan geografis dan demografis yang berarti kesenjangan distribusi dan akses pendidikan. Populasi yang sangat besar dalam jumlah dan keberagamannya menjadi tantangan yang tidak ringan dalam mengentaskan pendidikan negeri ini.

Namun sangat memungkinkan kita meniru Singapura dalam merekrut orang-orang terbaik untuk mengurusi pendidikan dari tingkat mikro di ranah persekolah, level mezzo hingga pada tataran makro kebijakan pendidikan. Hanya orang-orang terbaik yang dapat melahirkan praktik dan hasil terbaik. Entah itu guru, pemimpin pendidikan atau pemegang otoritas kebijakan pendidikan. Ukuran terbaik dapat dilihat dari berbagai aspek. Bisa jadi berkaitan dengan kapasitas pengetahuan, komitmen, pengalaman atau potensi yang memungkinan seseorang mengaktualisasikan kinerja terbaik. Sistem inilah yang pertama-tama dibangun oleh Singapura.  

Demikian juga kita perlu mencontoh Singapura bagaimana merawat hasil-hasil dan capaian-capaian pendidikan secara berkesinambungan. Lee meyakini bahwa pendidikan harus berorientasi ke belakang dan berwawasan ke depan. Ini bermakna bahwa proses pendidikan dimulai dari apa yang telah dicapai sebelumnya. Proses pendidikan tidak pernah bisa dimulai dari ruang hampa. Pengetahuan dan peradaban itu laksana bertumbuh dalam rel sejarah panjang, dan tidak boleh ada ruas yang terputus. Membangun pendidikan pun tidak sama dengan membangun gedung. Kita dapat merobohkan gedung tua dan menggantinya dengan gedung yang baru. Pendidikan tidak demikian adanya. Meskipun kita selalu membutuhkan pembaharuan dan kebaruan, namun itu tidak berarti menegasikan keseluruhan bagian sebelumnya.

Gagasan dan visi pendidikan Lee tentu saja perlu ditransformasikan dalam konteks ruang dan waktu atau apa yang disebut sebagai Zeitgeist (semangat zaman) baru.

 

REFERENSI

Anjani, Anastasia, "5 Etnik Terbesar di Negara Singapura, Apa Saja?" (https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5649085/5-etnik-terbesar-di-negara-singapura-apa-saja), diakses 5 Januari 2023.

Tan, Oon-Seng, E.L. Low, d. Hung. Lee Kuan Yew’s Educational Legacy: The Challenges of Success. Singapore: Springer Nature, 2017.

 




Comments

Post a Comment

Berita Populer

MEWASPADAI DISFUNGSIONAL PENDIDIKAN

MENGAKTIFKAN POLA PIKIR BERTUMBUH (GROWTH MINDSET) DI RUANG KELAS

Time is Life: Ujian Kearifan Dalam Memanfaatkan Waktu

MERESPON POST TRUTH ERA

INSPIRASI PEMBELAJARAN

REVITALISASI CLASSROOM ASSESSMENT SEBAGAI PERANCAH PEMBELAJARAN